Asal Usul Telaga Sarangan
Indah, sejuk dan penuh cerita menarik, demikianlah kata yang tepat untuk
menggambarkan tempat wisata keluarga Telaga Sarangan yang terletak di
kaki Gunung Lawu, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur ini.
Danau atau yang biasa disebut telaga ini memiliki luas lebih kurang 30
hektar dan memiliki kedalaman sekitar 30 meter dan hanya berjarak 20
kilometer dari pusat kota Magetan, sehingga gampang ditempuh.
Berdasarkan informasi yang didapat dari petugas setempat, ditambah info
dari tokoh dan wan warga setempat, nama lain dari Telaga Sarangan adalah
Telaga Pasir. Hal ini karena berkaitan dengan cerita asal mula Telaga
Sarangan.
Kyai Pasir
dan Nyai Pasir adalah pasangan suami isteri yang hidup di hutan Gunung
Lawu. Mereka tinggal di sebuah rumah (pondok) di lereng hutan Gunung
Lawu sebelah Timur. Pondok itu dibuat dari kayu hutan
dan beratapkan dedaunan. Dengan pondok yang sangat sederhana ini
keduanya sudah merasa sangat aman serta tidak takut akan bahaya yang
menimpanya, seperti gangguan binatang buas dan sebagainya. Lebih-lebih
mereka telah lama hidup di hutan
tersebut sehingga paham terhadap situasi lingkungan sekitar dan pasti
dapat mengatasi segala gangguan yang mungkin akan menimpa dirinya.
Pada suatu hari pergilah Kyai Pasir ke hutan
dengan maksud bertanam sesuatu di ladangnya, sebagai mata pencaharian
untuk hidup sehari-hari. Oleh karena ladang yang akan ditanami banyak
pohon-pohon besar, Kyai Pasir terlebih dahulu menebang beberapa pohon
besar itu satu demi satu. Tiba-tiba Kyai Pasir terkejut karena
mengetahui sebutir telur terletak di bawah salah sebuah pohon yang
hendak ditebangnya. Diamat-amatinya telur itu sejenak sambil bertanya
di dalam hatinya, telur apa gerangan yang ditemukan itu. Padahal di
sekitarnya tidak tampak binatang unggas seekorpun yang biasa bertelur.
Tanpa berpikir panjang lagi, Kyai Pasir segera pulang membawa telur itu
lalu diberikan kepada isterinya.
Kyai Pasir
menceritakan ke Nyai Pasir awal pertamanya menemukan telur itu, sampai
dia bawa pulang. Akhirnya kedua suami isteri itu sepakat, telur temuan
itu direbus. Setelah masak, separo telur rebus itu diberikan Nyai
Pasir kepada suaminya, lalu telur itupun segera dimakan oleh Kyai
Pasir dengan lahapnya. Setelah makan, kemudian Kyai Pasir berangkat lagi
keladang untuk meneruskan pekerjaan menebang pohon dan bertanam.
Dalam
perjalanan kembali ke ladang, Kyai Pasir masih merasakan nikmat telur
yang baru saja dimakannya. Namun setelah tiba di ladang, badannya
terasa panas, kaku serta sakit sekali. Mata berkunang-kunang, keringat
dingin keluar membasahi sekujur tubuhnya. Derita ini datangnya secara
tiba-tiba, sehingga Kyai Pasir tidak mampu menahan sakit itu dan
akhirnya rebah ke tanah. Kyai Pasir dalam kebingungan sebab sekujur
badannya kaku serta sakit bukan kepalang, dalam keadaan yang sangat
kritis ini Kyai Pasir berguling-guling di tanah, kesana kemari dengan
dahsyatnya, Gaib menimpa Kyai Pasir, tiba-tiba badanya berubah wujud
menjadi ular naga yang besar, bersungut, berjampang sangat menakutkan.
Ular Naga itu berguling kesana kemari tanpa henti-hentinya.
Alkisah,
Nyai Pasir yang tinggal di rumah dan juga makan separo dari telur yang
direbus tadi, dengan tiba-tiba mengalami nasib sama sebagaimana yang
dialami suaminya Kyai Pasir. Sekujur badannya menjadi sakit, kaku dan
panas bukan main. Nyai Pasir menjadi kebingungan, lari kesana kemari,
tak karuan dan tidak tau apa yang harus dilakukan.
Karena
derita yang disandang ini akhirnya Nyai Pasir lari ke ladang bermaksud
menemui suaminya untuk minta pertolongan. Tetapi apa yang dijumpai,
bukannya Kyai Pasir, melainkan seekor ular naga yang besar sekali juga
menakutkan. Melihat ular naga yang besar itu Nyai Pasir terkejut dan
takut bukan kepalang. Tetapi karena sakit yang disandangnya semakin
parah, Nyai Pasir tidak mampu lagi bertahan dan rebahlah ke tanah. Nyai
Pasir mangalami nasib gaib yang sama seperti yang dialami suaminya.
Begitu ia rebah ke tanah, badannya berubah wujud menjadi seekor ular
naga yang besar, bersungut, berjampang, giginya panjang dan runcing
sangat mengerikan. Kedua naga itu akhirnya berguling-guling kesana
kemari, bergeliat-geliat di tanah ladang itu, menyebabkan tanah tempat
kedua naga berguling-guling itu menjadi berserakan dan bercekung-cekung
seperti dikeduk-keduk. Cekungan itu makin lama makin luas dan dalam,
sementara kedua naga besar itu juga semakin dahsyat pula
berguling-guling, namun tiba-tiba dari dalam cekungan tanah yang dalam
serta luas itu menyembur air yang besar memancar kemana-mana. Dalam
waktu sekejap saja, cekungan itu sudah penuh dengan air dan ladang Kyai
Pasir berubah wujud mejadi kolam besar yang disebut Telaga. Telaga
inilah yang oleh masyarakat setempat terdahulu dinamakan Telaga Pasir,
karena telaga ini terwujud disebabkan oleh ulah Kyai Pasir dan Nyai
Pasir.
Ditulis Oleh : Unknown
Sobat sedang membaca artikel tentang Legenda Telaga Sarangan. Dan Sobat boleh mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk menyertakan link dibawah ini sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar